Nama kelompok:
1.
Leti siana (G1B012016)
2.
Robiatul Adawiah (G1B012023)
3.
Nia Atiniah (G1B012043)
STUDI KASUS
BUDAYA MENGINANG
DI DESA CINDAGA
KECAMATAN KEBASEN
KABUPATEN BANYUMAS
A.
LatarBelakang
Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat. Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagai superorganik. Kebudayaan merupakan ciri khas tersendiri bagi suatu masyarakat.
Manusia adalah mahluk
yang berbudaya, karena kebudayaan merupakan pendorong di dalam tingkah laku manusia dalam
hidupnya. Kebudayaan pun
menyimpan nilai-nilai yang menjadi landasan pokok bagi penentu sikap terhadap
dunia luar, Bahkan menjadi dasar setiap tingkah laku yang dilakukan sehubungan
dengan pola hidup di masyarakat. Nilai-nilai luhur dari kebudayaan inilah
yang telah di wariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya melalui berbagai adat istiadat yang khusus.
Berkaitan dengan hal di
atas, setiap kelompok masyarakat pada
umumnya mempunyai konsep bahwa tiap individu terbagi dalam tingkatan hidup.
Tingkat demi tingkat itu akan dilalui dan akan dialami oleh individu-individu
yang bersangkutan di sepanjang hidupnya, pada tiap tingkat hidup itu individu yang
bersangkutan di anggap dalam kondisi dan lingkungan tertentu. Karena itu setiap
peralihan dari satu tingkat ke tingkat
lainnya dapat di katakan sebagai peralihan dari satu lingkungan sosial ke
lingkungan sosial yang lain.
Budaya
adalah hasil cipta, karya, dan karsa manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi
dan pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka
hasilkan. Budaya manusia pun juga akan ikut berkembang dan berubah dari
waktu ke waktu. Hal yang sama terjadi dengan budaya kesehatan yang ada di masyarakat.
Budaya Kesehatan yang terjadi dimasyarakat salah satuya adalah budaya menginang. Pinang atau dalam bahasa Latin di sebut
Areca Catechu L, sudah tidak asing lagi bagi penduduk Indonesia. Kebiasaan
menginang atau makan sirih sudah dikenal pada masyarakat Indonesia sejak lama. Pinang yang
berasal dari Malaka (Malaysia) telah masuk ke Indonesia pada masa sebelum
Masehi. Seni mengunyah sirih atau nginang memang
identik dengan budaya masyarakat jawa terkhusus Banyumas. Dalam budaya jawa
tradisi nginang mempunyai makna filosofi. Pada jaman dahulu, masyarakat
mendengarkan ajaran agama islam sambil mengunyah sirih, agar lebih bisa
konsentrasi, selain itu bisa menjadikan tubuh sehat dan panjang umur. Menurut
Soekanto Tirtomijoyo, masyarakat Indonesia mengenal kebiasaan menginang sejak
abad 6 Masehi. Kebiasaan ini berkembang cukup pesat pada masyarakat desa sehingga berdampak lurus dalam kehidupan sosial, budaya,
religi, dan ekonomi mereka.
Sekapur sirih atau yang
lazim tiang Banyumas sebut “nginang” merupakan sebuah adat
orang-orang zaman dahulu sebagai wujud hobi bagi kawula andap di
waktu itu.
Seperti memakan permen atau camilan pada zaman sekarang. Bahan-bahannya tentu saja tidak
se-modern dan seenak permen sekarang,
diantaranya adalah: daun sirih, kapulaga, cengkeh, enjet (kapur), dan buah pinang yang memberikan warna merah dalam racikannya juga dari sinilah nama tersebut berasal. Nginang dilakukan oleh orang yang suka ngemil,
tetapi saat ini hanya lazim dilakukan oleh para
orang tua atau tiang sepuh saja. Rasanya seperti mengunyah rumput saja yang
menjadi lengket awalnya,
lalu setelah beberapa
lama akan timbul rasa campuran antara pedas,
dan sejuk di
mulut, dan menghasilkan air liur yang
berwarna merah darah
yang kemudian di ludahkan tanpa ditelan. Nginang bisa dilakukan antara setengah hingga 1
jam. Bahkan ada yang bisa berjam-jam. Tergantung dari
orang yang meracik, karena lamanya tergantung dari rasa
pedasnya.
Sebenarnya adat nginang ini merupakan salah satu usaha untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Mengingat pada waktu itu belum ada pasta
gigi modern dan sikat gigi yang
praktis. Selain itu, nginang bagi kaum
tempo dulu juga biasa membersihkan gigi dengan serbuk dari batu bata merah. Tetapi menurut mereka hal ini akan lebih merusak gigi walaupun gigi terlihat lebih putih dan bersih.
Dan pada kenyataannya memang serbuk dari batu bata yang
merupakan tanah liat yang
telah melalui pemanasan dan oksidasi dapat dengan mudah mengikis lapisan
email gigi. Sehingga bagi kaum
tempo dulu yang menyadari hal itu, akan memilih nginang dari pada serbuk batu bata merah.
Karena kandungan sirih, rempah dan kalsium dari kapur
yang diracik dari bahan-bahannya membuat
orang tempo dulu yang menggemari nginang memiliki gigi yang
awet dan utuh hingga lanjut usianya.
Para
penari tradisional
(seperti lengger atau ronggeng) jaman dahulu juga menggunakan kinang sebagai gincu
(lisptik) guna memberikan warna rona merah pada bibir para pemain
(penari). Nginang sudah sangat jarang sekali kita temui sekarang ini, dimana kebersihan dan kesehatan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari
yang mudah kita temui alat-alatnya
di super market
dan mini market dekat rumah. Dapat dijumpai orang menginang dipelosok-pelosok desa atau kepasar-pasar yang tradisional di daerah Banyumas. Disana akan sering terlihat dan mendapati noda-noda merah disekitar orang yang menginang itu. Noda-noda merah itu adalah dubang (idoh abang) yaitu sisa tanda
(ludah yang mengering) dari orang yang nginang. Kebiasaan
lama ini masih dapat kita temui di
beberapa sudut desa di Kabupaten Banyumas,
hanya saja sudah semakin terlupakan
di era modern sekarang ini.
Pada
masyarakat desa,
menginang atau makan sirih biasanya ditempatkan dalam suatu tempat yang khusus.
Tempat ini biasanya disebut dengan istilah penginangan. Perlengkapan menginang
seperti tempat sirih, tempat tembakau, alat penumbuk kinang, alat pemotong
pinang, dan tempat ludah merah atau ludah sirih serta kinangnya ditempatkan
dalam satu wadah.
Apabila
orang hendak menginang biasanya disediakan kinang yang terdiri atas ramuan
pokok dan ramuan pelengkap. Ramuan pokok terdiri dari daun sirih, gambir, kapur
sirih, dan buah pinang, sedangkan ramuan pelengkap terdiri dari tembakau,
kapulaga, cengkih, kunyit, dan daun jeruk. Ramuan pelengkap ini biasanya tidak
sama jenisnya, antara satu orang dengan orang yang lain, ada pula yang
menggunakan kinang secara lengkap, tetapi ada juga yang menggunakan sebagian
saja, bahkan tidak menggunakan pelengkap sama sekali. Ramuan yang akan digunakan untuk
menginang biasanya dilumatkan dengan dikunyah, tetapi jika gigi tidak ada lagi
biasanya ditumbuk. Kinang ini dinikmati dengan mengunyah dan memutar-mutarnya
di dalam mulut selama beberapa waktu atau langsung digosok dengan tembakau.
Tembakau
yang digunakan untuk membersihkan mulut tidak langsung dibuang, tetapi
diputar-putar di dalam mulut dan setelah aromanya hilang baru dibuang,
sedangkan tembakau biasanya oleh orang yang menginang diselipkan di sebelah
pipi atau antara gigi dan bibir. Kebiasaan makan sirih ini bagi para pecandu
memerlukan bahan, waktu, dan perhatian yang besar. Kebiasaan menginang atau
mengunyah sirih, mempunyai efek buruk yang sangat merugikan. Hal itu
dikarenakan campuran tembakau yang ikut dikunyah bersama sirih. Padahal bahan lainnya seperti sirih dan
injet relative aman untuk kesehatan
gigi.
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam mengenai budaya
menginang perlu dilakukan kajian serta wawancara terhadap narasumber yang
bertempat tinggal di Desa Cindaga Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas. Dalam
makalah “Studi Kasus Budaya Menginang di Desa Cindaga Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas” ini,
akan dibahas alasan yang pasti mengapa orang tua atau tiang sepuh sering
mengunyah pinang atau menginang dan dampak yang ditimbulkan akibat terlalu
seringnya mengunyah pinang atau menginang.
B. Rumusan
Masalah
1.
Mengapa
orang tua atau tiyang sepuh sering mengunyah pinang atau menginang?
2.
Apakah
dampak akibat terlalu seringnya mengunyah pinang atau menginang?
C. Tujuan
1.
Mengapa
orang tua atau tiyang sepuh di desa Cindaga sering mengunyah pinang atau menginang?
2.
Apakah
dampak akibat terlalu seringnya mengunyah pinang atau menginang?
D. Pembahasan
D.1 Alasan orang tua atau tiyang sepuh di desa Cindaga
sering mengunyah pinang atau menginang
Kebiasaan
menginang atau makan sirih sudah dikenal pada masyarakat Indonesia sejak lama. Pinang yang berasal dari Malaka
(Malaysia) telah masuk ke Indonesia pada masa sebelum Masehi. Seni mengunyah
sirih atau nginang memang identik dengan budaya masyarakat jawa. Dalam budaya
jawa tradisi nginang mempunyai makna filosofi tersendiri. Pada jaman dahulu,
masyarakat mendengarkan ajaran agama islam sambil mengunyah sirih, agar lebih
bisa konsentrasi, selain itu bisa menjadikan tubuh sehat dan panjang umur. Desa
Cindaga Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas ini, memang masih banyak terdapat
orang tua atau tiyang sepuh yang mengunyah pinang atau nginang.
Hasil
Wawancara yang dilakukan dengan 3 orang narasumber yang berasal dari masyarakat
Desa Cindaga yang memiliki kebiasaan mengunyah pinang atau menginang adalah
sebagai berikut:
1.
Mbah
Bungkring
Alamat
: Desa Cindaga RT 01 RW 10 Kec. Kebasen Kab. Banyumas.
Menurut mbah Bungkring “aku nginang amarga aku sampun mboten udud, mbiyen
aku udude ya santer sanget. Kangge nyegah ngudud maleh utawa aku udud kemawon,
dadine aku gantos dados nginang. Nginang nyebabaken untune aku kuwi kuat teras
sliraku awet enem. Dampake ya sak ngertosipun aku nggih niki, untune kulo sami
abrit alias abang warnanipun malah kadang wonten ireng-irenge”.
2.
Mbah
Adem
Alamat
: Desa Cindaga RT 02 RW 10 Kec. Kebasen Kab. Banyumas.
Menurut Mbah Adem “Aku nginang sebabe ya kuwe, go ngunyah-ngunyah dadi kena
go ngisi wektu, terus nek lagi nyambut gawe disambi nginang kuwe dadi tambah
kuat ora loyo, terus awake dadi seger dadi kaya nambah semangat ngonoh lo. Aku
sedina bisa nginang ping 8, soale nek ora nginang kuwe angel. Nginang juga
nggawe untuku kuat, bisa kanggo maem rempeyek. Beda karo kancaku sing
seumuranku, ger untune pada kanggo maem rempeyek kuwe gampang petil. Delengana
untuku sing tesih wutuh lan kuat-kuat”.
3.
Mbah
Ginah
Alamat
: Desa Cindaga RT 02 RW 10 Kec. Kebasen Kab. Banyumas.
Menurut mbah Ginah “ Ya, menurut saya nginang itu membuat
gigiku kuat, nek wayah tandur (menanam padi), aku lewih kuat ngguli tandur. Ger
kerja nyambi ngunyah-ngunyah kan enak. Ger ora kerja, aku biasane nginang
sedina paling ping 4 tapi ger kerja bisa ping 8 apa ping 9, terus gara-gara aku
sering nginang,lambene aku maen dadi abang, cangkemku dadi wangi, keringetku uga
dadi wangi”.
Berdasarkan hasil wawancara, alasan orang tua atau tiyang
sepuh di Desa Cindaga melakukan budaya mengunyah pinang atau menginang yaitu:
1.
Pengganti
Kebiasaan merokok.
Menginang sama halnya dengan kebiasaan
minum teh, kopi, dan merokok. Pada mulanya setiap orang yang menginang tidak
lain untuk penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan
dan terasa nikmat sehingga sulit untuk dilepaskan. Kebiasaan menginang di samping untuk
kenikmatan juga berfungsi sebagai obat untuk merawat gigi, terutama untuk
menjaga agar gigi tidak rusak atau berlubang.
Menginang ini merupakan strategi utama orang tua atau
tiyang sepuh jaman dahulu hingga tiyang sepuh jaman sekarang untuk menghindari
merokok. Oleh karena itu, kebiasaan menginang untuk menghindari rokok
menjadikan menginang menjadi budaya tetap dari Banyumas. Dan melekat dengan
masyarakat Banyumas dengan budaya nginangnya.
2.
Mencegah
Bau Mulut.
Beberapa campuran saat mengunyah daun sirih yaitu gambir
dan daun sirih dikenal sebagai antiseptik alami. Antiseptik alami ini baik
untuk kesehatan rongga mulut. Rutin mengunyah daun sirih dapat mencegah bau
mulut. Sehingga orang
lain nyaman ketika berbicara dengan tiyang sepuh tersebut.
3.
Mengobati
Sariawan.
Mengunyah langsung daun
sirih berguna untuk mematikan Candida albicans di mulut atau
sariawan. Dengan menginang daun sirih akan terkenakan
langsung di tempat sariawanya. Dan rasa
perihnya akan benar-benar menyengat dan lambat
laun terasa nikmat. Sesaat kemudian, pada area sekitar sariawan itu akan terasa bebal
dan tebal serta sariawan pada
bibir akan mulai lemas sehingga tidak
sakit lagi. Pada hari berikutnya sariawan itu akan mulai mengecil lalu menghilang.
4.
Membantu
Menguatkan Gigi dan Tulang.
Endapan kapur yang biasanya di kunyah bersama dengan daun
sirih juga memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi. Kapur atau Enjet ini bisa
membantu menguatkan gigi dan tulang.
5.
Mempercantik
diri bagi wanita.
Bagi
wanita, menginang akan mempercantik diri. Karena setelah
menginang, bibir akan secara alami berwarna merah tanpa
menggunakan lipstik.
Dan ini menjadikan seorang wanita terlihat lebih cantik karena dari bibirnya
akan terus memancarkan warna merah.
6.
Memiliki
rasa yang nikmat.
Reaksi yang terjadi saat dilakukan pencampuran daun
sirih, enjet, dan cemilan kecil gambir saat di kunyah
bersama-sama akan memunculkan warna yang menjadi merah. Setelah beberapa saat
akan disambung dengan gumpalan tembakau rajangan untuk membersihkan gigi dan
bibir serta dihisap-hisap.
Hal yang dilakukan ini menurut narasumber menimbulkan munculnya rasa yang nikmat. Para penikmat setia nginang menganggap bahwa menginang
itu memberikan sensasi tersendiri di dalam mulut mereka yang memberikan
kenyamanan di dalam diri penginang.
7.
Badan
menjadi segar.
Bagi orang yang sering mengunyah pinang atau menginang, akan merasakan
badan yang segar. Lain halnya ketika mereka
tidak menginang, mereka akan merasakan suatu
kesegaran dari badannya yang berkurang.
Selain itu, budaya mengunyah pinang atau menginang memicu
timbul dan munculnya kepercayaan apabila mereka tidak mengunyah
pinang atau menginang maka badannya
menjadi tidak segar dan menjadi
lemas.
8.
Keringat
tidak bau.
Daun
sirih yang digunakan saat mengunyah
pinang atau menginang ini, menyebabkan
orang yang menginang akan mengeluarkan keringat yang tidak bau. Daun siris
ini, memiliki kandungan antiseptik alami yang dapat memicu bercampurnya
kandungan dari daun sirih dengan tubuh sehingga dapat mengeluarkan aroma khas
yang harum dari tubuh seorang penginang(orang yang menginang).
Apabila seseorang hendak mengunyah pinang atau menginang, biasanya disediakan
kinang yang terdiri atas ramuan pokok dan ramuan pelengkap. Ramuan pokok
terdiri dari daun sirih, gambir, kapur sirih, dan buah pinang, sedangkan ramuan
pelengkap terdiri dari tembakau, kapulaga, cengkih, kunyit, dan daun jeruk.
Bahan- bahan utama yang digunakan untuk menginang
yaitu:
a.
Daun sirih
Sirih merupakan tanaman yang tumbuh menjalar dan merambat pada batang pohon di sekelilingnya.Tinggi tanaman
sirih bisa mencapai15 m, tergantung pada
kesuburan media tanam dan media untuk merambat. Batang tanaman ini
berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut, dan beruas yang
merupakan tempat keluarnya akar. Sirih hidup subur dengan ditanam di daerah
tropis dengan ketinggian 300-1000m di atas permukaan laut terutama di tanah
yang banyak mengandung bahan organik dan air.
b.
Gambir/Uncaria
Gambir
Gambir atau Uncaria Gambir merupakan salah satu hasil hutan yang sudah sejak lama dikenal dan dimanfaatkan
secara luas oleh masyarakat. Masyarakat luas memanfaatkan gambir sebagai bahan penyamak kulit untuk mencegah pembusukan, membuat
kulit lebih lembut, berwarna, tidak kaku dan awet. Selain digunakan sebagai
obat sakit perut,
bisul, dan tenggorokan. Penggunaan gambir yang umum dikenal dalam makan sirih sebagai campuran bahan
untuk penambah rasa nikmat. Pada saat dimakan terasa pahit tetapi kemudian terasa manis dan dapat menyehatkan gigi, gusi dan tenggorokan.
c.
Pinang
Pinang merupakan tumbuhan palma family Arecaceae,
komponen utama dari biji pinang adalah karbohidrat, lemak, serat, polyphenol
termasuk flavonoid dan tanin, alkaloid, dan mineral Polyphenol dan alkaloid dari golongan piridin mendapat perhatian lebih dari sekian
banyak kandungan kimia yang terdapat dalam pinang, dikarenakan zat-zat tersebut diketahui memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan .
d.
Kapur
Kapur berasal dari karang laut atau cangkang kerang yang dibakar berwarna putih. Pembakaran cangkang kerang yang berupa debu harus
dicampur terlebih dahulu dengan air pada saat akan dicampur dengan daun sirih untuk menginang.
e.
Tembakau
Tembakau merupakan tumbuhan semusim yang ditanam untuk diambil
daunnya. Tumbuhan ini termasuk dalam family Solanaceae. Tumbuhan ini
dikatakan berasal dari utara dan
selatan Amerika, Australia, barat daya Afrika, dan bagian utara Pasifik. Kandungan utama yang terdapat dalam tembakau adalah nicotine. Nikotin
merupakan komponen penting dalam tembakau karena sifatnya yang menimbulkan ketagihan atau adiksi.
D.2 Dampak akibat terlalu seringnya mengunyah pinang atau
menginang.
Kebiasaan
Nginang atau
nyirih masih banyak dilakukan
khususnya pada generasi
tua, persepsi yang timbul dari kebiasaan nginang adalah gigi menjadi awet,
tidak rusak, tetap bertahan sampai tua. Kenyataan memang demikian karena banyak
orang yang biasa menginang memiliki gigi yang masih
bagus sampai usia tua. Namun, tanpa mereka sadari ternyata mengunyah pinang atau nginang ini memiliki
beberapa akibat. Akibat yang ditimbulkan
dari kebiasaan
mengunyah pinang atau nginang diantaranya:
1. Mengurangi
kesehatan rongga mulut.
Kebiasaan menginang yang tidak diimbangi dengan
menjaga kebersihan rongga mulut seperti berkumur atau menggosok gigi setelah
menginang dapat menyebabkan kesehatan rongga gigi menurun. Apabila kebiasaan
kurang baik tersebut dilakukan secara terus menerus maka dapat menyebabkan
adanya karang gigi. Karang gigi
muncul karena adanya sisa kotoran
menginang.
Ramuan khusus untuk menginang atau nyirih
terdiri dari : Daun Sirih, Gambir, Buah Pinang, Tembakau dan Kapur. Gigi akan
menjadi aus dan berwarna kemerahan. Resesi
gusi dan iritasi pada mukosa mulut atau leukoplak dapat terjadi akibat
tekanan tembakau. Penumpukan
kalkulus atau karang gigi dapat
pula terjadi karena adanya unsur kapur didalam ramuan sirih yang menyebabkan
suasana basa di dalam mulut. Silikat
yang terdapat di dalam daun tembakau dan pengunyahan dalam waktu lama
berangsur-angsur akan mengikis elemen
gigi sampai ke gingiva.
Elemen-elemen ini berubah warna menjadi cokelat. Proses pengikisan gigi tidak terasa sakit karena proses pengikisan berjalan
lambat dan terus-menerus.
2. Mencemari
lingkungan.
Ketika menginang produksi air liur atau dubang (idoh abang) yaitu sisa tanda
(ludah yang mengering) dari orang yang mengunyah
pinang atau nginang di dalam mulut akan selalu bertambah karena adanya
rangsangan. Sedangkan orang tua atau
tiyang sepuh, kebanyakan kurang memiliki kesadaran untuk
berludah pada tempat yang telah disediakan. Mereka berludah disembarang tempat
dimana mereka berada. Hal tersebut dapat mengganggu lingkungan
disekitar orang tua atau tiyang
sepuh
tersebut. Mereka cenderung
jijik dengan perilaku dari tiyang sepuh tersebut karena ludahnya
yang berwarna merah akibat
bahan inang yang mengganggu
pemandangan orang lain sehingga terkesan
jorok dan menjijikan karena biasanya
dihinggapi lalat.
3. Menambah jumlah pengeluaran.
Orang yang menginang harus menyisihkan sebagian dari
uangnya untuk membeli bahan-bahan untuk menginang. Sedangkan bahan tersebut di
era modern ini semakin sulit untuk ditemukan sehingga memiliki nilai jual yang
tinggi,apabila ingin menghemat maka orang tua atau tiyang sepuh tersebut harus
menanam sendiri bahan tersebut seperti mbako, daun sirih, dll.
4. Menimbulkan
efek kecanduan.
Kebanyakan orang tua mengunyah pinang atau menginang setiap
hari. Sehingga, menjadi sebuah kebiasaan yang apabila tidak dilakukan orang tua
tersebut akan merasa aneh.
Menginang ini menjadi kebiasaan yang mengakar.
E.
Kesimpulan
dan Saran
E.1
Kesimpulan.
Dari
hasil pengamatan dapat disimpulkan:
1. Orang
tua atau tiyang sepuh di Desa Cindaga memiliki budaya nginang karena memiliki alasan-alasan seperti mengganti
kebiasaan merokok, mencegah bau mulut, mengobati sariawan, membantu menguatkan gigi dan tulang,
mempercantik diri bagi kaum wanita(bibir menjadi merah), memiliki rasa yang
nikmat, badan jadi segar, dan keringat
tidak bau.
2. Dampak
orang tua atau tiyang sepuh yang
memiliki budaya nginang yaitu: mengurangi kesehatan rongga mulut, mencemari
lingkungan, menambah jumlah pengeluaran, menimbulkan efek kecanduan.
E.2
Saran bagi orang tua atau tiyang sepuh di desa Cindaga
1. Tiyang sepuh diharapkan ketika sedang
nginang,
air ludahnya atau dubang (idoh abang) tidak diludahkan
sembarangan, tetapi harus pada tempatnya. Sehingga, tetap menjaga kebersihan
dan setelah menginang diharapkan menggosok gigi atau sekedar berkumur sepaya
tidak tertinggal kotoran di dalam rongga
mulut
sehingga dapat mengurangi ganguan kesehatan rongga mulut.
2. Tiyang sepuh diharapkan tidak menginang secara berlebihan. Oleh karena itu
diperlukan tekad yang
kuat untuk tidak menginang secara berlebihan, dan meminta pertolongan Alloh agar terhindar
dari hawa nafsu untuk menginang
yang berlebihan, serta mendapat dukungan dari orang-orang disekelilingnya untuk mengurangi mengunyah pinang atau menginang.
0 komentar:
Posting Komentar